MAKALAH (PERILAKU BULLYING DITINJAU DARI PEMAHAMAN MORAL REMAJA)

Oleh :


Wulastrina, S.Psi

BAB I
PENDAHULUAN

1. A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis. Remaja juga merupakan tahapan perkembangan yang harus dilewati dengan berbagai kesulitan. Dalam tugas perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam keseharian yang sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam menangani permasalahan tersebut. Pada masa ini juga kondisi psikis remaja sangat labil. Karena masa ini merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu ingin tahu dan mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya dari lingkungan sekitarnya, mulai lingkungan keluarga, sekolah, teman sepermainan dan masyarakat. Semua pengetahuan yang baru diketahuinya baik yang bersifat positif maupun negatif akan diterima dan ditanggapi oleh remaja sesuai dengan kepribadian masing-masing. Remaja dituntut untuk menentukan dan membedakan yang terbaik dan yang buruk dalam kehidupannya. Disinilah peran lingkungan sekitar sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian seorang remaja.
Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai. Yuyun (2011) dalam blognya menyatakan bahwa dalam pembentukan kepribadian seorang remaja, akan selalu ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor risiko dan faktor protektif. Faktor risiko ini dapat bersifat individual, konstekstual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai dengan kerentanan psikososial, dan resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang khas pada seorang remaja. Sedangkan faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan tertentu. Rutter (1985) menjelaskan dalam Yuyun (2011) bahwa faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi tidaknya masalah perilaku atau emosi, atau gangguan mental kemudian hari.
Lemahnya emosi seseorang akan berdampak pada terjadinya masalah dikalangan remaja, misalnya bullying yang sekarang kembali mencuat di media. Kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang nampak ke permukaan hanya bagian kecilnya saja. Akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan berkesinambungan dari akar persoalannya.
Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di kalangan peserta didik. Karena meresahkan, pemerintah didesak segera menangani masalah ini secara serius. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse ) yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. Biasanya bullying terjadi berulang kali. Bahkan ada yang dilakukan secara sistematis. Koebler (2011) menyatakan dalam situsnya bahwa di USA dalam suatu penelitian selama Triwulan pada peserta didik SMA, sekitar seperempat dari peserta didik SMA diintimidasi (bullying) sekurangnya sekali selama tahun ajaran 2008-2009, dan sekitar 7 persen diintimidasi secara online oleh peserta lain lain, menurut data yang baru dirilis Senin (22 Agustus 2011) oleh National Center for Education statistics (NCES) US.
Dari data tersebut sangat mengkhawatirkan, 4,1 persen peserta didik usia 12-18 yang diintimidasi (sekitar 289.000 peserta didik yang dilaporkan membawa pistol, pisau, atau senjata lain ke sekolah), 7,4 persen peserta didik yang diintimidasi online dilaporkan membawa senjata ke sekolah.
Secara umum, sekitar 5 persen dari peserta didik SMA dilaporkan terancam dan 6,6 persen secara fisik diintimidasi seperti didorong, disandung, atau diludahi. Kebanyakan bullying terjadi di lorong sekolah, tangga, atau di dalam kelas. Dan beberapa kasus, peserta didik diintimidasi di kamar mandi, ruang ganti, kantin sekolah, atau bus sekolah. Peserta didik yang lebih muda lebih mungkin diganggu oleh seniornya.
Dadan (2008) menuliskan dalam blognya bahwa dari cacatan tindak kekerasan yang terjadi di sekolah di antaranya pemerasan dan tindak kekerasan di SMA Negeri 70 Bulungan, Jakarta. Kegiatan pertandingan olahraga Bulungan Cup atau Bulcup dipakai sebagai alasan pengumpulan dana sebesar Rp1 juta per kelas per minggu. Dalih pengukuhan nama angkatan, siswa kelas satu juga harus menghadapi sejumlah kekerasan fisik.
Kasus yang terungkap lainnya pada tahun 2009, Ade Fauzan Mahfuza, siswa SMAN 82 Jakarta dikeroyok seniornya. Pengeroyokan terjadi karena dia melewati “Jalur Gaza”, yakni jalur khusus yang diperuntukkan bagi siswa senior. Ada pula Okke Budiman, siswa kelas 1 SMA 46 Jakarta, yang mengaku dianiaya oleh seniornya. Blastius Adisaputro (17) mengalami tindak kekerasan hingga babak belur oleh seniornya di SMU Pangudi Luhur (PL) pada April 2007. Muhammad Fadhil (16) siswa SMA 34 Pondok Labu Jakarta Selatan jadi korban kekerasan geng Gazper pada pertengahan Agustus 2007. Seorang siswa SMAN 26 Jakarta mengalami tindak kekerasan dan pelecehan seksual oleh kakak kelasnya pada ospek ekstra kurikuler futsal setiap peringatan 17 Agustus. Setelah ditelanjangi, kelamin korban dimain-mainkan. Peristiwa itu terjadi di rumah pembina futsal Joe (30) dan korban melapor ke Polres Jakarta Selatan pada 4 Nobember 2008. Kemudian kasus yang berawal dari perselisihan antara Safira Mukti (16), siswa SMA Negeri 5 Makassar dengan Rezki Fitria (16), siswa SMAN 4 Makassar pada tanggal 16 Agustus 2007. Gara-gara tak melapor saat
absen , seorang taruna Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pelayaran Semarang Muhlisin dipukul oleh seniornya. Taruna semester III ini pun dilarikan ke rumah sakit pada 28 Juli 2004.

Kasus-kasus tersebut seperti halnya gunung es yang muncul dipermukaan hanya beberapa kasus, tetapi sebenarnya lebih banyak kasus yang tidak terungkap. Kekarasan-kekerasan yang dilakukan peserta didik tersebut yang berlangsung secara sistematis disebut dengan istilah bullying . Bullying sendiri didefinisikan sebagai tindakan menyakiti secara fisik dan psikis secara tersencana oleh pihak yang merasa lebih berkuasa terhadap yang lemah. Bullying secara sederahan diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya (Suryanto, 2007, h.1 dalam Widiharto, h. 2).
Alexander (dikutip Sejiwa, 2008, h.10 dalam Widiharto, h.3) menjelaskan bahwa bullying adalah masalah kesehatan publik yang perlu mendapatkan perhatian karena orang-orang yang menjadi korban bullying kemungkinan akan menderita depresi dan kurang percaya diri. Penelitian-penelitian juga menunjukkan bahwa peserta didik yang menjadi korban
bullying akan mengalami kesulitan dalam bergaul.
Pelaku bullying dalam beberapa kasus merupakan korban dari tindakan para senior sebelumnya. Bukhim (2008, h.1 dalam Widiharto, h.4) berbagai perilaku menyimpang yang dilakukan peserta didik disebabkan kurangnya pemahaman anak terhadap nilai diri yang positif sehingga berdampak pula pada kurangnya pemahaman moral atau nilai yang di terimanya, seperti akrab dengan kekerasan, kebohongan, licik dan sebagainya yang merupakan perilaku negatif.
Dalam bertindak, bukan berarti anak tidak tau apa yang dilakukan salah tapi pemahaman baik buruk anak masih mengacu pada suatu tingkah laku benar bila tidak dihukum dan salah bila dihukum (monks dkk, 2004, h.200 dalam Widiharto, h.4). pemahaman anak yang berdasarkan perilaku baik tidak dihukum dan buruk dihukum termasuk dalam pemahaman moral yang pra-konvensional.
Kohlberg (dalam monks, dkk, 2004, h.203) menjelaskan bahwa fase perkembangan pemahaman moral anak terdiri dari 6 fase dan tingkatan itu tidak berkorelasi dengan meningkatnya usia seseorang. Seorang anak yang memiliki pemahaman moral yang tinggi, maka kecenderungan melakukan tindakan yang melanggar norma seperti mengejek, memukul, menendang temannya lebih rendah. Hal ini berkaitan dengan pemahamna moral bahwa hal-hal tersebut merupakan tindakan yang tidak baik dan melanggar moral. Pendapat ini dikuatkan oleh Hains (1984, h. 72) dalam monks, dkk (2004, h.203) bahwa semakin seorang individu memiliki tingkat pemahaman moral yang tinggi akan mengurangi perilaku menyimpang.
Pemahaman moral menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan, daripada sekedar arti suatu tindakan sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk. Budiningsih (2004, h. 25 dalam Widiharto, h.4) menjelaskan bahwa pemahaman moral merupakan bukanlah tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesutau adalah baik atau buruk. Pemahaman moral itu yang menjad indikator dari tahapan kematangan moral seseorang.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis perilaku bullying ditinjau dari pemahaman moral.

B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis ingin mengetahui :
1. Apa yang dimaksud dengan Bullying?
2. Bagaimanakah bentuk perilaku bullying?
3. Bagaimanakah analisis kasus perilaku
bullying ditinjau dari pemahaman moral remaja?

C. Tujuan Penulisan
Dengan memperhatikan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan masalah adalah :
1. Untuk mengetahui tentang bullying.
2. Untuk mengetahui bentuk perilaku
bullying
3. Untuk mengetahui analisis kasus perilaku bullying ditinjau dari pemahaman moral remaja.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perilaku Bullying
Bullying adalah istilah dalam bahasa Inggris, yang baru marak belakangan ini, karena dampaknya luar biasa banyak anak remaja bunuh diri karenanya. Dampak terkecil adalah malas sekolah, prestasi akademik menurun dan menjadikan anak rendah diri dan uring-uringan.
Menurut pakar bullying yang tergabung dalam asosiasi perkumpulan stop bullying di Australia, “ bullying is someone hurts and deliberately to another person more than once.” Maksudnya bullying adalah: suatu tindakan menyakiti dari seseorang kepada orang lain dengan sengaja, yang dilakukan lebih dari sekali.
Berbeda dengan tindakan agresif lain yang melibatkan serangan yang dilakukan hanya dalam satu kali kesempatan dan dalam waktu pendek. Bullying biasanya terjadi secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga korbannya terus menerus berada dalam keadaan cemas dan terintimidasi.
Hal yang penting disini bukan sekedar tindakan yang dilakukan, tetapi apa dampak tindakan tersebut terhadap korbannya. Menurut Sullivan (2000, h.14 dalam Widiharto, h.6) bullying juga harus dibedakan dari tindakan atau perilaku agresif lainnya. Perbedaannya adalah tidak bisa dikatakan
bullying jika seseorang menggoda orang lain secara bercanda, perkelahian yang terjadi hanya sekali dan perbuatan kasar atau perkelahian yang tidak bertujuan untuk menyebabkan kehancuran atau kerusakan baik secara material maupun mental. Selain itu tidak bisa dikatakan bullying jika termasuk perbuatan kriminal seperti penyerangan dengan senjata tajam, kekerasan fisik, perbuatan serius umtuk menyakiti atau membunuh, pencurian serius dan pelecehan seksual yang dilakukan hanya sekali.
Berdasarkan beberapa pengertian bullying di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan membuat seseorang merasa tidak nyaman.
Bullying ini sendiri banyak terjadi di sekolah-sekolah, sekolah umum maupun swasta, bahkan di pesantren sekalipun. Dan bila pada tatanan nilai masyarakat yang agresif seperti di negara barat, maka akan timbul kasus
bullying yang cukup parah dari pembunuhan sampai pada kasus cedera. Biasanya di sekolah pertama-tama dilakukan oleh kakak senior kepada adik kelasnya yang dinamakan ospek. Setelah kegiatan ospek usai, maka praktek bullying terjadi juga pada keseharian anak di kelas, dimana anak-anak yang merasa badannya lebih besar, lebih punya
power mem- bully anak yang tampaknya lebih lemah.
Praktek bullying sendiri dibagi dalam 3 bagian, yaitu :

I. Bullying secara fisik: tindakan menikam, memalak, mencubit, memukul, meludah, menarik leher kerah baju, mendorong, yang semuanya dilakukan dengan sengaja (deliberately).

II. Bullying secara verbal: mengolok olok, menertawakan, memanggil nama orangtua, mencemooh, menghina bahkan memfitnah, dan lagi-lagi dilakukan dengan sengaja.

III. Bullying secara psikologis: mendiamkan, mengucilkan, tidak diajak dalam kegiatan apapun, dibiarkan sendirian.
Semua praktek bullying, tentu saja sangat menyakitkan bagi seorang anak maupun remaja, karena masa mereka adalah masa berkawan, dan di- bully merupakan hal yang paling dibenci oleh seluruh anak dan remaja diseluruh dunia, dan hal ini harus dicegah, oleh berbagai pihak.

B. Pengertian Pemahaman Moral
Lilie dalam Budiningsih (2004, h. 24) menjelaskan moral berasal dari kata mores yang berarti tata cara dalam hehidupan atau adat istiadat. Sedangkan Wahyuning dkk (2003, h.3 dalam Widiharto, h.8) mendefinisikan moral sebagai hal yang berkenaan dengan norma-norma umum mengenai apa yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang. Norma-norma moral adalah tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang.
Kohlberg menjelaskan pengertian moral dengan menggunakan istilah-istilah seperti moral-reasoning, moral-thingking dan moral-judgement sebagai istilah-istilah yang mempunyai pengertian sama dan digunakan secara bergantian. Terjemahan istilah tersebut menjadi pemahaman moral (Budiningsih, 2004, h.25 dalam Widiharto, h.8) menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan, daripada sekedar arti suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Berdasarkan pengertian di atas, maka pemahaman moral adalah pemahaman individu yang menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.

C. Faktor yang Bisa Mempengaruhi Moral Remaja
Berikut ini beberapa faktor yang dapat menurunkan moral dikalangan para remaja:

1. Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
Orang tua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak termasuk didalam aspek kehidupan sehari-hari tetapi didalam soal keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan. Sehingga akan lahir generasi baru yang bertindak tidak sesuai ajaran agama dan bersikap materialistik.
2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik
Kebanyakan remaja yang tinggal di kota besar menjalankan kehidupan yang individualistik dan materialistik. Sehingga kadang kala didalam mengejar kemewahan tersebut mereka sanggup berbuat apa saja tanpa menghiraukan hal itu bertentangan dengan agama atau tidak, baik atau buruk.
3. Tekanan psikologi yang dialami remaja
Beberapa remaja mengalami tekanan psikologi ketika di rumah diakibarkan adanya perceraian atau pertengkaran orang tua yang menyebabkan si anak tidak betah di rumah dan menyebabkan dia mencari pelampiasan.
4. Gagal dalam studi/pendidikan
Remaja yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat pendidikan, mempunyai waktu senggang yang banyak, jika waktu itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, bisa menjadi hal yang buruk ketika dia berkenalan dengan hal-hal yang tidak baik untuk mengisi kekosongan waktunya.
5. Peranan Media Massa
Remaja adalah kelompok atau golongan yang mudah dipengaruhi, karena remaja sedang mencari identitas diri sehingga mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang dia lihat, seperti pada film atau berita yang sifatnya kekerasan, dan sebagainya.
6. Perkembangan teknologi modern
Dengan perkembangan teknologi modern saat ini seperti mengakses informasi dengan cepat, mudah dan tanpa batas juga memudahkan remaja untuk mendapatkan hiburan yang tidak sesuai dengan mereka.

D. Hubungan antara pemahaman moral remaja dengan perilaku bullying
Pemahaman moral menekankan pada suatu perbuatan yang dapat dinilai baik atau buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiningsih (2004, h.25 dalam Widiharto, h.10) yang menyatakan bahwa pemahaman moral menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan daripada sekedar arti suatu tindakan sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Berlandaskan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa anak dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan yang akan dilakukan. Pemikiran tersebut menyatakan apakah perbuatanannya nanti merupakan perbuatan yang dikatakan bernilai baik atau buruk, adanya pemahaman moral anak tersebut dapat mengakibatkan anak memiliki kemampuan untuk menilai tindakan bullying yang menyakiti orang lain sehingga perbuatan yang buruk yang sebenarnya tidak boleh dilakukan sehingga anak dengan pemahaman moral yang tinggi tidak melakukan perilaku bullying.
Anak yang kurang memiliki pemahaman moral, tidak memikirkan setiap tindakannya apakah mengandung nilai-nilai yang baik atau buruk. Anak tersebut tidak mau tahu apakah perbuatannya akan melukai temannya atau tidak, akibatnya anak tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku
bullying.

E. Contoh Kasus Bullying
Hanya gara-gara tidak memakai singlet (kaos dalam), siswi kelas 1 SMA 70 Bulungan, N (V***) diintimidasi oleh 3 seniornya yang duduk di bangku kelas 3 SMA. Bahkan, V*** sempat mendapat kekerasan dari seniornya itu.
“Kejadiannya Rabu kemarin sekitar pukul 12.30 WIB, pas saya ke kantin,” kata V***, Jumat (2/4/2010).
Saat itu, V*** dan dua temannya menuju ke kantin untuk makan siang. Tiba-tiba, 3 seniornya berinisial E, D, A yang merupakan anggota cheers dance sekolah menghampiri V*** yang berada di pojokan kantin sekolah tersebut. Salah seorang senior berinisial E kemudian menghardiknya dengan ketus.
“Eh, kenapa kamu nggak pake singlet? Bra kamu kelihatan tuh,” kata V*** menirukan ucapan salah satu seniornya. V*** kemudian mencoba menjelaskan alasannya kenapa tidak memakai singlet ke seniornya. “Aku nggak pakai singlet karena masih basah, baru dicuci. Dan Bra aku pun warnanya tidak mencolok,” katanya.
Aturan memakai singlet sendiri, kata V***, tidak dikeluarkan oleh pihak sekolah. Aturan itu ditetapkan oleh senior saat juniornya menjalani Masa Orientasi Sekolah (MOS) hingga berlanjut ke kelas dua. Semasa MOS, para senior SMA 70 memang menerapkan aturan bagi junior-juniornya. Diantaranya rambut tidak boleh di gerai, baju dan rok harus longgar, tas harus ransel dan sepatu harus berjenis kets.
“Pokoknya kita-kita yang masih kelas 1 terlihat jelek-jeleklah,” imbuhnya. Tidak puas dengan jawaban V***, E kemudian menyuruh Vhia untuk menunduk. Tidak sampai di situ, kepala bagian belakang Vhia dipukul dengan telapak tangan E sambil terus memarahi Vhia. E kemudian mencubit bahu V***.
“Terus saya disuruh nggak boleh pakai Bra atau pun singlet selama satu tahun,” urainya. Bahkan, lengan kanan atas Vhia dicengkeram dengan kuat hingga lebam. E kemudian menyuruh V*** jongkok.
“Terus pas jongkok, perut saya ditendang sama D. Saya lalu nangis,” katanya. Malah, E sempat mau melempar V*** dengan gelas. “Tapi dicegah sama Kak Mirza,” ucapnya. Karena takut, V*** dan teman-temannya tidak bisa berbuat apa-apa. Beruntung, selang beberapa menit kemudian seorang guru, Irma lewat di depan mereka.
“Bu Irma melihat saya menangis. Dia juga sempat tanya kenapa saya menangis. Lalu dijawab sama mereka, nggak kok bu, nggak ada apa-apa, cuma lagi ngobrol,” bebernya. Setelah Bu Irma pergi, V*** bergegas pergi meninggalkan senior-seniornya itu. “Lalu saya melapor ke Pak Amril, bagian Tata Usaha (TU),” ucapnya.
Hingga jam pelajaran usai, V*** tidak berani kembali ke kelasnya. V*** memilih berdiam di ruang TU saking takut bertemu lagi dengan seniornya yang jahat itu.”Tas saya pun diambilin ke atas (kelas) sama Pak Amril,” ucap atlet nasional Polo Air ini.
Sementara itu, Ibunda V***, Rima tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. “Saya saja yang menghidupinya tidak pernah saya pukulin,” kata Rima.
Dalam laporan resmi bernomor TBL/1093/IV/2010/PMJ/Dit Reskrimum, V*** melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh D, E, A. Ketiga terlapor dituntut dengan Pasal 80 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Saya menuntut agar pihak sekolah mengeluarkan mereka biar tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini,” katanya.
Bahkan, V*** kini hampir trauma dan tidak mau pergi ke sekolahnya karena takut. “Anak saya takut diculik sama mereka kalau pas pulang sekolah,” tandasnya.
(Dhaniels, 2010)

F. Analisis kasus perilaku bullying ditinjau dari pemahaman moral
Banyak kasus terjadi mengenai perilaku
bullying, akan tetapi penulis akan membahas satu kasus yang terjadi di SMA 70 Jakarta belum lama ini.
Niat baik tapi tidak diiringi dengan cara yang baik akan berdampak pada hasil yang tidak baik. Tindakan yang dilakukan untuk mengingatkan adik tingkatnya agar tidak memakai baju yang ketat sehingga terlihat dalaman, seharusnya tidak sampai melukai fisik. Aturan-aturan yang sebenarnya tidak menjadi peraturan sekolahpun harus ditaati oleh para juniornya. Sangat disayangkan memang atas kejadian tersebut, terlebih hukuman yang diberikan senior kepada juniornya tersebut sangat tidak masuk akal dan dianggap keterlaluan karena hal itu berhubungan dengan kohormatan wanita yang sepatutnya ditutupi dan di jaga.

Penyebab terjadinya bullying bisa bermacam-macam, bisa karena inisiatif dari pelaku maupun situasi lingkungan yang kebetulan mendukung terjadinya bullying . Secara umum semua anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dimana orangtua dan lingkungan menjadi faktor utama dalam pembentukan kepribadian dan pemahaman moral anak. Banyak hal yang diajarkan terutama dalam interaksi dengan teman sebaya, seperti apakah ia mampu mendominasi atau mempengaruhi teman-temannya
Jika hal tersebut dikombinasi dengan faktor-faktor seperti masalah keluarga, pola asuh, penanaman nilai dari keluarga, prestasi akademik yang tidak memuaskan, serta peraturan sekolah yang masih longgar, maka
bullying di sekolah kemudian bisa semakin menjadi-jadi karena ditunjang juga oleh emosi yang belum matang.
Anak bisa menjadi pelaku bullying diantaranya karena: kemampuan adaptasi yang buruk, pemenuhan eksistensi diri yang kurang (biasanya pelaku bullying nilainya kurang baik), harga diri yang rendah, adanya pemenuhan kebutuhan yang tidak terpuaskan di aspek lain dalam kehidupannya, hubungan keluarga yang kurang harmonis, bahkan bisa jadi si pelaku ini juga merupakan korban
bullying sebelumnya atau di tempat lain.
Secara umum, tingkah laku bullying ini berawal dari masalah yang dialami oleh pelaku. Kemampuan pemecahan masalah yang kurang bisa membuat anak mencari jalan keluar yang salah, termasuk dalam bentuk bullying ini. Contoh, anak yang sering ditindas kakaknya di rumah, kemudian mencari pelampiasan dengan menindas anak lain di sekolahnya.
Dalam penerapan sanksi, baiknya ada tahapan-tahapannya walaupun memang diperlukan ketegasan dalam sanksi. Akan tetapi, tahapan pertama yang seharusnya dilakukan adalah bahwa pelaku harus diajak untuk menyelami apa yang kira-kira dirasakan oleh korbannya. Tentunya pembicaraan ini baru bisa dilakukan kalau pelaku juga sudah tenang dan tidak dalam keadaan emosi. Selain diisi dengan pembicaraan mengenai apa yang ia lakukan terhadap korbannya, penting untuk menggali juga penyebab dari perilaku tersebut dan dapat diketahui faktor apakah yang berpengaruh terhadap kurangnya pemahaman moral.
Jika pelaku bullying lebih dari satu orang atau berkelompok, maka mereka harus diajak bicara secara perorangan pada awalnya. Tahap selanjutnya mengenai sanksi, memang harus diberikan pada pelaku. Sanksinya harus berasal dari refleksi diri mereka sendiri mengenai perasaan korbannya dan bagaimana menebus kesalahan yang telah dilakukannya. Pada akhirnya jika pelaku sudah bisa memahami perasaan korbannya, ia harus berjanji untuk tidak mengulangnya. Berbagai pihak juga memiliki tanggungjawab untuk memantau para pelaku, terutama keluarga dan pihak sekolah, agar ketika melakukan kesalahan lagi tidak dibiarkan, tapi langsung diingatkan. Misalnya jika korban diejek-ejek “gendut,” maka pelaku harus bisa menyampaikan maaf dan menyampaikan sisi positif yang dia lihat dari korban. Jadi kata-kata ejekan pada korban sudah tidak boleh diucapkan lagi, diganti dengan ucapan yang baik.
Dampak dari perilaku bullying ini memang berbeda-beda, akan tetapi yang pasti sangat merugikan korban bahkan dalam kasus ini berdampak ketakutan sehingga tidak mau sekolah. Dalam beberapa kasus bahkan ada yang sampai bunuh diri.
Tindakan yang dilakukan berupa baik atau buruk itu merupakan bentuk dari moral. Dalam perkembangan moral, peranan orangtua sangat penting, oleh karena itu orang tua harus konsisten dalam mendidik anaknya, bersikap terbuka serta dialogis, tidak otoriter atau memaksakan kehendak. Perkembangan moral pada remaja menurut teori Kohlberg menempati tingkat III : pasca konvensional stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara remaja dengan lingkungan sosial. Ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Pada tahap ini remaja lebih mengenal tentang nilai-nilai moral, kejujuran, keadilan kesopanan dan kedisiplinan. Oleh karena itu moral remaja harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial. Karena dengan moral, remaja bisa memikirkan sesuatu yang akan dilakukan, apakah termasuk pada hal yang baik atau buruh. Jika baik mereka faham bahwa menyakiti oranglain itu adalah tindakan yang buruk, maka dia tidak akan pernah melakukan tindakan bullying .

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan memnuat seseorang merasa tidak nyaman.
Pemahaman moral adalah pemahaman individu yang menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Peserta didik dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan yang akan dilakukan sehingga tidak akan melakukan menyakiti atau melakukan bullying kepada temannya.
Selain itu, keberhasilan remaja dalam proses pembentukan kepribadian yang wajar dan pembentukan kematangan diri membuat mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dan dalam kehidupannya saat ini dan juga di masa mendatang. Untuk itu mereka seyogyanya mendapatkan asuhan dan pendidikan yang menunjang untuk perkembangannya.

B. SARAN
Sebagai calon guru, hendaknya mengetahui tentang perilaku bullying termasuk jenis-jenis
bullying sebagai antisipasi dan agar bisa menindaklanjuti kasus dengan tepat dan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Dhaniels. 2010. Para pelaku kasus bullying SMA 70 “cakep-cakep” . Available at: http://www.dhaniels.com/2010/04/para-pelaku-kasus- bullying -sma-70-cakep.html
Koebler, Jason. 2011. Bullying dan Peserta didik . Available at: http://www.usnews.com/education/blogs/high-school-notes/
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R. 2004. Psikologi Perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ramdan, Dadan Muhammad. 2008. Inilah Catatan Kasus Kekerasan di Sekolah. Available at: http://okezone.com/ Bullying/inilah-catatan-kasus-kekerasan-di-sekolah.htm
Widiharto, Chrishtoporus Argo, dkk. Perilaku bullying ditinjau dari harga diri dan pemahaman moral anak. Available at: 21-perilaku- bullying -ditinjau-dari-harga-diri-dan-pemahaman-moral-anak-chrishtoporus-argo-mpsi.pdf
Yuyun. 2011. Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi . Available at: http://blogs.unpad.ac.id/yuyun71/ Bullying/KesehatanMental_blognyayuyun.htm


Komentar